Tuesday, November 13, 2007

Tahu Sama Tahu - Kenali Perkembangan Anak

RUMAH seharusnya menjadi tempat yang paling aman dan nyaman bagi anak. Namun kini menjadi tempat yang menyeramkan bagi sebagian anak. Beberapa rumah bak penjara bawah tanah yang sangat sulit diteropong, apakah anak tumbuh dan berkembang secara baik dan wajar sesuai pola asuh yang diharapkan.

Menurut anggota Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LPPA) Kamalia Purbani, terutama di masyarakat perkotaan, kekerasan dalam rumah tangga sangat sulit diteropong. "Lihat saja bangunan rumah yang begitu besar dan kokoh, pagar-pagarnya saja lebih tinggi dari lantai bangunan, belum lagi tembok beton yang kokoh meredam segala jerit dan isak tangis anak yang teraniaya. Sehingga apa pun yang terjadi seolah-olah lenyap ditelan bumi," ungkapnya.

Namun, di kampung-kampung relatif lebih mudah mengamati kekerasan pada anak. "Jerit tangis mereka mudah di dengar. Hanya kepedulian tetanggalah yang bisa membantu mengeluarkan anak dari korban kekerasan. Bila dulu sulit karena itu privacy, sekarang sudah ada UU PKDRT, masyarakat harus berperan aktif," imbuhnya.

Anak itu individu yang sangat lemah dan sangat bergantung pada orang tua. "Konflik di antara ayah dan ibu bila tidak dikelola secara baik dan diselesaikan dengan benar, dampaknya pada anak sangat besar. Anak bisa jadi tempat pelampiasan kemarahan orang tua," kata Kamalia mengingatkan.

Penelitian Murray Straus, seorang sosiolog dari University of New Hampshire yang melakukan survei terhadap 991 orang tua menemukan, 90% orang tua mengaku melakukan bentuk-bentuk agresi psikologis saat dua tahun pertama usia anak. 75 persen di antaranya mengaku melakukan bentakan atau berteriak pada anak. Seperempat orang tua menyumpahi atau memaki anaknya, dan sekira 6% bahkan mengancam untuk mengusir sang anak.

Menurut survei tersebut, membentak dan mengancam adalah bentuk paling umum dari agresi yang dilakukan orang tua. Dibandingkan tindakan yang lebih ekstrem lagi, seperti mengancam, memaki, dan memanggil dengan kasar dengan panggilan bodoh, malas, dan sebagainya, maka membentak paling banyak dilakukan. Bukan hanya kepada anak, bayi pun kena bentak.

Untuk mencegah agar tidak muncul lagi kekerasan terhadap anak, menurut psikolog perkembangan Ardanti Ratna Widyastuti, orang tua atau orang dewasa harus menyadari apakah telah terjadi kekerasan di keluarga. Untuk melihat ini tidak mudah, namun bisa dilakukan dengan memahami perkembangan anak. Usia 3-4 tahun, anak akan menampakkan egonya bahwa saya ada. Pada usia 3-8 tahun anak akan memunculkan sikap ingin diperlakukan sama serta dihargai/dihormati. Ketika itu anak mulai menghayati dan memainkan peran tertentu.

No comments:

Post a Comment